Jumat, 26 Agustus 2011

framming analisys

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, Agustus 26, 2011

kebebasan memberitakan merupakan segala-galanya bagi media. Alih-alih menginformasikan kepada khayalak tetapi justru membawa" polusi". Polusi bukan hanya menjadi masalah lingkungan, tetapi juga sudah melebar ke dunia jurnalisme dan informasi. Jakob Nielsen pada tahun 2003 pernah menulis sejumlah artikel mengenai “polusi informasi” (information pollution). Polusi informasi adalah efek kontaminasi dari arus informasi yang tidak relevan, informasi yang berlebihan, dan rendah-nilai. Penyebaran informasi yang tidak berguna dan tidak diinginkan dapat memiliki efek yang merugikan pada aktivitas manusia. Hal ini mengacu pada kesulitan seseorang dalam memiliki pemahaman dan membuat keputusan yang dapat disebabkan oleh adanya terlalu banyak informasi.

Dalam disiplin ilmu komunikasi polusi informasi disebut juga dengan istilah Noise, yaitu  ketika banyak informasi yang diterima oleh khalayak sehingga respon dari pesan yang diterima tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ketika banyak informasi tentang kebobrokan politik yg simpang siur misalnya, maka noise dari informasi yang diterima oleh khalayak sangat besar, karena begitu banyak pesan yang harus diserap sehingga membingungkan. bagaimana dengan media di neraga kita? 
Ada beberapa tipe pemilik media di Indonesia, yang dari situ arah pemberitaannya berbeda-beda sesuai dengan pemiliknya. Karena teori framing masih sangat relevan untuk menggambarkan antara pemilik modal dengan output pemberitaan.

Dalam ranah studi ilmu komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganilisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehunga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politik, atau kultural yang melingkupinya.

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi rakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang di ambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawah kemana berita tersebut.
Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk men-framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadian (happening) penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek framing jurnalis. Namun, bagian-bagian kejadian penting ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan.

Sekurangnya, ada tiga bagian berita yang bisa menjadi objek framing seorang wartawan, yakni: judul berita, fokus berita, dan penutup berita. 
Judul berita di-framing dengan menggunakan teknik empati yaitu menciptakan ‘pribadi khayal’ dalam diri khalayak. Kemudian, fokus berita di-framing dengan menggunakan teknik asosiasi yaitu menggabungkan kebijakkan aktual dengan fokus berita. Selanjutnya, penutup berita di-framing dengan menggunakan teknik packing yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita.




**sumber : kompasiana, Collection of Articles The World Discussing Communication Studies, dan berbagai sumber lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Wasana Kata Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review