Minggu, 09 Oktober 2011

Ironi Negara Demo”keras”i : Kekerasan di sekitar kita

Ditulis oleh Riska Amelia di Minggu, Oktober 09, 2011 0 komentar


Kekerasan secara sosiologis berarti adalah konflik sosial yang tidak terkendali oleh masyarakat yang di akibatkan karena masyarakat mengabaikan sama sekali norma dan nilai sosial yang ada sehingga berwujud pada tindakan merusak. Intinya adalah bahwa segala tindakan yang di ambil dalam konteks kekerasan sifatnya selalu merusak dan dalam jangka panjang efek yang ditimbulkan pada korban bisa menghancurkan diri korban.

Banyak orang saat ini cemas jika mengetahui adanya aksi kekerasan. Bangsa Indonesia semakin sering disodori berita mengenai kekerasan serta terorisme. Sebagai konsumsi keseharian, kekerasan perlu dihindari agar masyarakat tidak terbiasakan menyelesaikan setiap permasalahan ataupun perbedaan dengan cara-cara kekerasan.
 Supporter sepak bola rusuh, mahasiswa anarkis, geng motor merusak dan membunuh, kini hal itu masih menjadi fenomena yang membuat kita merasa berada dalam lingkaran kekerasan. Termasuk di lembaga pendidikan yang terkenal dengan tawurannya yaitu di sekolah serta di perguruan tinggi yang merupakan lembaga yang mampu membentuk kaum terdidik dan intelektual. Sudah banyak orang yang memberi komentar dan sudah tak terhitung yang prihatin, sebagaimana aparat hukum kita yang selalu mengungkapkan keprihatinannya tanpa diikuti dengan tindakan nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Tak Selesaikan Masalah

Kekerasan, apapun bentuknya, harus dihindari karena sifatnya yang selalu menindas, meminta korban, dan tidak mendidik sama sekali. Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah karena pasti dan sangat pasti hanya akan melahirkan lingkaran setan kekerasan yang lain. Secara fisik, kekerasan jelas sangat mudah dilihat kasat mata berupa adu fisik. Kekerasan dalam bentuk lain yang paling sering ditemui adalah dalam bentuk verbal. Kekerasan verbal memang tidak melibatkan fisik, tetapi dampaknya tidak kalah dahsyat karena selalu dipakai untuk mengintimidasi dan melakukan stereotype kepada pihak lain yang harus jadi korban.
Bangsa kita memulai demokrasi dengan harapan akan berdiri negara yang hidup dalam tatanan yang rapi, bersih dan stabil. Bangsa Indonesia, yang sering dilantunkan dalam karya lagu dan puisi, merupakan bangsa yang bermartabat, berbudaya, saling menghormati, ramah dan ber-Bhineka Tunggal Ika. Semua lagu dan puisi itu menjadi hambar tak bermakna saat ini. Bangsa kita diwarnai oleh berbagai keributan, pertengkaran, pertikaian dan kekerasan
Singkat kata, apakah benar kekerasan itu disebabkan oleh tidak jelasnya kurikulum atau materi pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah di negeri atau apakah disebabkan oleh begitu banyaknya tontonan kekerasan yang dilihat, baik kekerasan dalam cerita-cerita di televisi maupun kekerasan sebenarnya yang terjadi di tengah-tengah masyarakat itu sendiri? . Atau apakah karena tekanan hidup yg makin berat, cermin dr suatu Keputus asa-an masyarakat dalam melawan ketidak adilan yang terjadi atau juga terhadap para pemegang kekuasaan yang lupa akan Kewajiban dan tanggung Jawabnya? Akan ada banyak perdebatan dari jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Peran polisi sebagai penegak keamanan dalam kehidupan bermasyarakat kini sering diragukan dan dipertanyakan fungsi dan perannya. Negeri ini bukanlah tanggung jawab pemerintah dan aparat melainkan tanggung jawab semua masyarakat sebagai penghuninya. Masyarakat tentunya diharapakan untuk bersikap dewasa dan menciptakan kedamaian.

Jumat, 23 September 2011

Budaya Supporter Sepak Bola Indonesia

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, September 23, 2011 0 komentar

Pendahuluan

Siapa yang tidak mengenal aksi suporter? mereka bisa nekad melakukan perjalanan jauh meskipun tanpa modal uang sedikitpun atau bahkan melakukan aksi kekerasan jika tim yang menjadi dukungan mereka kalah. Dengan jumlah penduduk 210 juta jiwa, Indonesia banyak potensi sumber daya supporter yang dapat diserap. Ditambah dengan adanya budaya yang sudah mengakar di masyarakat bahwa sepakbola merupakan olahraga paling populer di Indonesia terlepas dari semakin buruknya prestasi Timnas kita.
Sepakbola dan supporter adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan. Dimana ada sepakbola disitu ada supporter. Sepakbola telah mengubah pikiran normal manusia menjadi tergila-gila. Tidak memandang tua, muda maupun anak-anak, kecintaan mereka terhadap klub yang dibelanya telah menjadikan bukti kesetiaan mereka terhadap klub yang dicintainya. Disudut-sudut jalan dipasang berbagai hiasan bendera maupun spanduk dengan berbagai warna kebesarannya merah, hijau, maupun biru telah menjadi simbol dan identitas mereka.
Seiring dengan perkembangan zaman virus-virus suporter sepakbola  mulai masuk di Asia dan mulai merambah di Indonesia, kita mengenal suporter atraktif yang dirintis oleh Aremania (Arema Malang), Pasoepati (Persis Solo), dan kemudian diikuti dengan munculnya berbagai kelompok suporter lain di Indonesia seperti Slemania (PSS Sleman), Brajamusti (PSIM Yogyakarta), Persik Mania (Persik Kediri), The Jak (Persija Jakarta), Viking (Persib Bandung), Laviola (PersitaTangerang), Macz Man (PSM Makasar), Panser Biru dan SNEX (PSIS Semarang),Delta Mania (Deltras Sidoarjo), Bonek (Persebaya Surabaya), dan sebagainya menjadi fenomena baru bagi perkembangan suporter di Indonesia. 
Kehadiran suporter sepakbola dengan berbagai atraksi-atraksi yang kreatif di stadion tersebut telah menjadi warna baru bagi kebudayaan persepakbolaan di Indonesia. Akan tetapi, sudah lazim fanatisme suporter klub sepakbola Indonesia seperti menjadi gejala sosial yang berujung pada kondisi sosio-ekonomi masyarakat Indonesia saat ini yang erat berkait dengan kefrustrasian dan keterpurukan. Hitam putih dunia suporter Indonesia selalu bertumpang tindih dengan hiruk pikuk bangsa Indonesia dalam segala hal yang mencakup politik, budaya, pendidikan dan ekonomi. Berbagai kerusuhan antarsuporter yang selama ini sering terjadi menegaskan potret buram secara umum. Kerusuhan dan keributan seolah sudah menjadi paket yang disiapkan dari rumah dan akan diperankan dalam menonton sepakbola nantinya.

Tanggapan

Secara lebih spesifik, kita di sini bicara soal norma dan nilai, dua hal yang menjadi dasar pembentukan kode moral sebuah budaya, sistem-sistem simbol di mana perilaku diberi label “ baik”, “buruk”, “benar”, atau “salah”. Di Indonesia, supporter divonis memperburuk citra sepakbola dan dianggap menjadi problem bangsa. Tindak kekerasan, kerusuhan, dan jatuhnya korban baik luka, tewas, rusak dan terganggunya ketertiban, pranata sosial sampai prasarana umum merupakan citra buruk yang melekat pada suporter sepakbola Indonesia. Kerusuhan suporter yang terjadi di Indonesia sebenarnya bukan isu baru, karena sejak lama sebenarnya sudah sering terjadi.
Berikut merupakan beberapa budaya supporter di Indonesia
1.    Antusiasme supporter yang terlalu tinggi dan fanatik membuat mereka rela menunggu di Senayan dan diperlakukan seperti mengantri sembako. Seharusnya mereka tidak terlalu memaksakan diri untuk menonton di Senayan jika memang kehabisan tiket. Mayoritas supporter yg anarkis di GBK adalah supporter dari daerah dan luar jawa. Jika anda orang manado lalu terlanjur dateng ke Jakarta, mengantri dari pagi, lalu hingga sore tiket masih belum ada kepastian. Pertanyaannya, Wajar tidak jika itu menyebabkan timbulnya emosi dan berbuat anarkis? Pemecahannya jika memang kehabisan tiket cukuplah untuk menonton di tempat lain.
2.    Supporter Indonesia berkelakuan baik apabila tim yang mereka dukung menang, tapi bisa mengamuk di kandang sendiri apabila tim kesayangannya kalah, akibatnya fasilitas stadion rusak, bahkan pertandingan bisa terancam dihentikan.
3.    Di Indonesia, jika sebuah tim tertinggal 3-0, pendukung mencemooh tim yang kalah, bertindak anarkis, menghancurkan fasilitas stadion dan berkelahi dengan supporter tim lawan. Berbanding terbalik dengan Inggris, jika sebuah tim tertinggal 8-0 pun para pendukungnya masih bisa bersorak menyanyikan tentang 'pahlawan' mereka.
4.    Hooligan di Indonesia diartikan menjadi sebuah trend bahkan fashion, karena namanya yang sangat keren dan kebarat-baratan. Kata Hooligan sendiri tidak hanya berfungsi menjadi kata benda (noun) saja yang berarti pendukung fanatik tim Inggris. Dalam konteks yang lebih luas, Hooligan bisa pula berfungsi menjadi kata sifat (adjective), kata kerja (verb), dan kata keterangan (adverb). Semua kelompok kata tersebut mewakili perilaku, sifat, pekerjaan atau perbuatan, dan keterangan atau keadaan yang menggambarkan perilaku tidak sportif, tidak jantan, tidak mau mengakui dan menerima kekalahan, anarki, destruktif, serta fanatisme buta. Budaya salah kaprah yang terjadi dikalangan para pecinta sepakbola tanah air selama ini. Kenapa kita tidak percaya diri untuk memakai dan mengembangkan culture kita sendiri yang sudah turun menurun dan cenderung bangga memakai culture luar. Sudah saat nya kita semua kembali pada culture budaya kita sebagai orang timur, termasuk dalam hal menjadi seorang supporter sepakbola. Mengapa harus bangga menggunakan kata-kata Hooligan, Ultras, atau sejuta kata keren lainnya yang jelas-jelas bukan milik kita. Perkenalkan budaya kita pada dunia bukan kita yang menjadi korban budaya dunia.
5.    Penggunaan bahasa dalam olahraga berpotensi menimbukan persepsi keliru. sedikit pemahaman terhadap bahasa yang dengan sedikit pengamatan pada bahasa yang digunakan dalam berita atau siaran olahraga, kita akan dengan mudah menemukan bahwa metafora kekerasan telah merasuk ke dalamnya. Ungkapan-ungkapan offensif, seperti mambantai, menggilas, menghancurkan, mematahkan, atau membungkam lawan, adalah ekspresi yang kerap kali digunakan dalam memberitakan bahwa sebuah sebuah tim dan berbuat anarkis dalam pertandingan sepak bola  di indonesia sudah menjadi wajar karena suporter indonesia selalu diselimuti atmosfer gelap. 
Tak sedikit yang menilai, fenomena suporter sepak bola indonesia merupakan keikutsertaan terhadap kisruhnya persepakbolaan Indonesia secara komunal. Media cetak dan media televisi pun selalu kerap bernada jelek. Alih-alih menjadi wadah pembinaan, PSSI justru memberikan teladan buruk, berupa perilaku melawan hukum, yang, anehnya, betah dipelihara dan ditutup-tutupi pengurusnya sendiri.
Ini merupakan cerminan budaya dari kurang dewasanya segelintir sopporter kita yang masih berpikiran sempit dalam mendukung tim kesayangan. Fanatisme dan harapan berlebih terhadap tim kesayangan tanpa melihat kenyataan yang terjadi dalam tim yang didukungnya justru akan semakin mendorong terjadinya sikap anarkis jika tim kesayangan mengalami kekalahan. Semestinya supporter harus berusaha betul memahami kondisi tim pada saat teraktual: mungkin terlalu banyak pemain kunci yang cedera, kualitas pemain pengganti yang tidak sebanding dengan pemain reguler. Faktor kelelahan yang menerpa sebagian pemain (terutama jika setelah melakukan pertandingan away yang cukup jauh, hingga kualitas pelatih yang kurang mumpuni. Hal-hal seperti ini seharusnya dipahami oleh supporter tim, dan justru sebaiknya supporter bisa memberikan dukungan atau masukan ke pihak klub mengenai ini. Dukungan supporter akan lebih mempunyai efek positif bagi mental tim jika diberikan justru pada saat tim sedang terpuruk.
Namun ada faktor-faktor lain yang bisa menimbulkan anarkisme supporter yaitu: buruknya manajemen liga, masih kurangnya stok wasit yang berkualitas, standar kenyamanan stadion indonesia yang rata-rata dibawah kualitas standar kenyamanan yang distandarkan FIFA, dan adanya contoh buruk yang ditunjukkan oleh sebagian pengurus PSSI yang masih mecari keuntungan dari organisasi dan bukan memberikan keuntungan bagi organisasi.

Kesimpulan

Bagaimanapun suporter sepakbola adalah aset berharga bagi persepakbolaan nasional. Suporter tidak hanya mampu menyuarakan dukungannya kepada klub kesayangannya kala bertanding, namun juga mampu menyuarakan aspirasi demi terciptanya persepakbolaan Indonesia yang berprestasi dan profesional. Suporter yang mungkin selama ini berseteru, tak seharusnya melanjutkan budaya rasis dan anarkisnya dalam menyambut kompetisi mendatang. Ini adalah cita-cita luhur suporter Indonesia yang menjunjung tinggi peradaban sepakbola dunia. 
Dengan sepak bola, puluhan ribu rakyat Indonesia dapat sukarela berkumpul dengan atribut dan warna baju yang sama, dengan gemuruh semangat dan nyanyian yang sama di satu tempat dalam satu waktu demi satu kehormatan dan kejayaan satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. 
Mudah-mudahan Sepakbola nasional kembali mencatatkan sejarahnya dengan menyatukan suporter lokal menjadi suporter nasional dengan asas perdamaian dan profesional. Tidak ada lagi rasisme baik bertajuk lagu, yel, maupun bentuk lainnya dan tidak ada lagi budaya anarkisme dalam nama dan bentuk apapun. Tidak ada lagi kebencian, tidak ada lagi tawuran, yang ada adalah kenyamanan menonton Liga Indonesia dan sambutan hangat suporter tim tamu.

Senin, 19 September 2011

Definisi komunikasi

Ditulis oleh Riska Amelia di Senin, September 19, 2011 0 komentar


Berikut merupakan definisi komunikasi menurut beberapa pakar komunikasi.

1.    Prof.Onong Cahyana Effendi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media)

2.    Harold Laswell
Komunikasi adalah gambaran mengenai siapa, mengatakan apa, melalui media apa, kepada siapa, dan apa efeknya.

3.    Raymond Ross
Komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar membangkitkan respons/ makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.

4.    Gerald R. Miller
Komunikasi terjadi saat satu sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan niat sadar untuk mempengaruhi perilaku mereka.

5.    Everett M. Rogers
Komunikasi adalah proses suatu ide dialihkan dari satu sumber kepada satu atau banyak penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

6.    Carl I. Hovland
Komunikasi adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan (biasanya dengan menggunakan lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain.

7.    New Comb
Komunikasi adalah transmisi informasi yang terdiri dari rangsangan diskriminatif dari sumber kepada penerima.

8.    Bernard Barelson & Garry A. Steiner
Komunikasi adalah proses transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, grafis, angka, dsb.

9.    Colin Cherry
Komunikasi adalah proses dimana pihak-pihak saling menggunakan informasi dengan untuk mencapai tujuan bersama dan komunikasi merupakan kaitan hubungan yang ditimbulkan oleh penerus rangsangan dan pembangkitan balasannya.

10. Hovland, Janis dan Kelley
Komunikasi merupakan proses individu mengirim rangsangan (stimulus) yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Pada definisi ini mereka menganggap komunikasi sebagai suatu proses.

11. Louis Forsdale
Menurut Forsdale (1981), ahli komunikasi dan pendidikan “communication is the process by which a system is established, maintained and altered by means of shared signals that operate according to rules”. Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu sistem dibentuk, dipelihara, dan diubah dengan tujuan bahwa sinyal-sinyal yang dikirimkan dan diterima dilakukan sesuai dengan aturan.

12. William J. Seller
William J.Seller mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana simbol verbal dan nonverbal dikirimkan, diterima dan diberi arti.

Jumat, 16 September 2011

Perbedaan Budaya Italia & Inggris

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, September 16, 2011 0 komentar

Di Dalam Lapangan

1) Pada hari Minggu di Italia, para suporter mempunyai jadwal rutin sebagai berikut: pergi ke gereja, menyaksikan pertandingan, pulang ke rumah. Sedangkan di Inggris: pergi ke bar, menyaksikan pertandingan, kembali ke bar.
2) Di Italia, pasta dan segelas red wine adalah hidangan tepat sebelum pertandingan. Di Inggris, kebab dan kentang goreng ditambah bir setengah liter sebelum ke stadion sudah cukup.
3) Di Italia, polisi akan membiarkan Anda melempar jeruk ke arah bus yang mengangkut tim lawan. Di Inggris, Anda akan dijebloskan ke penjara bila melakukan perbuatan seperti itu.
4) Tifosi Italia berkelakuan baik di laga tandang, tapi bisa mengamuk di kandang sendiri. Fans Inggris berkelakuan baik di negeri sendiri, tapi menggila di Eropa.
5) Di Inggris, penonton duduk di bangku stadion. Di Italia, bangku stadion bisa dijadikan senjata.
6) Di Inggris, petugas keamanan memperhatikan ulah penonton. Di Italia, petugas keamanan menyaksikan pertandingan tapi merangkap sebagai Ultras.
7) Di Inggris, Anda harus pergi ke warung stadion untuk membeli makanan. Di Italia, Anda cukup meneriakkan 'A Bibitaro' kepada penjual makanan yang tak jauh dari bangku Anda, kemudian Anda memberikan uang yang disampaikan melalui satu penonton ke penonton lainnya, sementara sang penjual mengirimkan sebuahcornetto dengan cara yang sama.
8) Di Inggris, jika Anda cepat, kuat dan bisa berlari non-stop selama 90 menit, Anda akan dianggap pemain hebat, meskipun skill permainan Anda menyamai skill seekor keledai. Di Italia, jika Anda memperagakan taktik dan teknik yang memadai, Anda akan dianggap pemain hebat, meskipun kecepatan dan mobilitas Anda menyamai kura-kura.
9) Di Inggris, jika Sky Sports mengatakan bahwa Peter Crouch adalah pemain terbaik dunia, satu negara akan percaya. Di Italia, jika Sky Italia mengklaim bahwa Simone Loria adalah bek terbaik di planet ini, satu negara akan berhenti berlangganan stasiun televisi tersebut.
10) Di Italia, 'hasil akhir membenarkan tujuan awal', dan menarik kostum tim lawan, diving, pelanggaran keras dan menipu wasit adalah aspek-aspek penting dalam pertandingan. Di Inggris, semua tindakan tersebut adalah bentuk kecurangan, dan filosofi 'tujuan awal membenarkan hasil akhir' diikuti, karena fair play lebih penting ketimbang menang dengan cara apapun.
11) Di Italia, pertahanan adalah kesenian. Di Inggris, pertahanan adalah anti-sepakbola.
12) Di Italia, jika sebuah tim tertinggal 3-0, semua pemain menyerah, dan semua pendukung mencemooh tim yang kalah, menghancurkan mobil pemain terburuk, dan menyerbu latihan tim pada hari berikutnya. Di Inggris, jika sebuah tim tertinggal 8-0 pun, para pemain masih berjuang dan mengejar bola hingga akhir menit meskipun sadar pasti kalah, sementara para pendukungnya bersorak menyanyikan tentang 'pahlawan' mereka.
13) Di Inggris, wasit yang buruk memang buruk. Di Italia, wasit yang buruk adalah korup.
14) Di Inggris, acara televisi sesudah laga berakhir adalah 99% cuplikan pertandingan dan 1% analisis. Di Italia, acaranya 1% cuplikan pertandingan dan 99% analisis (atau tayangan ulang dalam slow-motion).
15) Di Inggris, Anda jarang mendengar berita tentang ketua klub, yang cenderung untuk menjauhi pers. Di Italia, presiden klub sudah terbiasa melontarkan komentar kontroversial.
Di Luar Lapangan
16) Di Italia, menyuap dan korupsi adalah bagian kehidupan. Di Inggris, istilah 'backhander'adalah jenis pukulan dalam olahraga tenis [di Italia 'backhander' diartikan sebagai penyuap].
17) Di Inggris, Anda tak bersalah sebelum terbukti bersalah. Di Italia, Anda dinyatakan bersalah sebelum terbukti tak bersalah.
18) Di Italia, anak seumur sembilan bulan sudah diberikan minuman beralkohol untuk pertama kalinya, dan belajar untuk menghargai minuman itu. Di Inggris, anak-anak dilarang menyentuh minuman keras hingga usia 18 tahun, dan selanjutnya mereka belajar untuk melemparkannya.
19) Di Italia, anak-anak cowok dijaga ibunya hingga usia 40 tahun merupakan hal yang biasa. Di Inggris, anak-anak cowok sudah mencari rumah sendiri dan berusaha mandiri saat berusia 16 tahun
20) Pria Italia sudah mencukur kumisnya pada usia 11 tahun, dan rutin setiap hari supaya terlihat halus. Pria Inggris mulai mencukur ketika menginjak usia 18, dan selanjutnya harus menunggu lima tahun lagi untuk melihat jenggot tipis tumbuh dari ujung dagunya.
21) Di Inggris, ketepatan waktu dan mengatur jadwal sangat penting. Di Italia, 30 menit terlambat masih tepat waktu.
22) Di Italia, tidak ada orang yang beli karcis untuk naik kereta api. Di Inggris, semua orang membayar, meskipun tarifnya sangat tinggi dan lebih murah naik taksi.
23) Di Inggris, melanggar hukum adalah hal yang bersifat pribadi dan patut dirahasiakan. Di Italia, melanggar aturan adalah sumber percakapan yang menghibur dan wajib diceritakan ke teman-teman.
24) Orang-orang Italia berlibur dan kulitnya tak mudah terbakar oleh sinar matahari, bahkan kulitnya akan tetap berwarna coklat. Tapi orang-orang Inggris kulitnya mudah terbakar, dan butuh waktu yang lama untuk mengembalikan warna kulit aslinya.
25) Di Italia, pakaian sporty dari atas ke bawah dianggap tidak mengikuti tren. Di Inggris, tidak memakai pakaian olahraga berarti bencong.
26) Di Italia, tidak ada orang yang mengantri, tapi dorong-dorongan terjadi sambil berpura-pura mengenal seseorang di depan antrian. Di Inggris, semua orang rela mengantri berjam-jam, dan meskipun ditolak, mereka bisa pergi tanpa mengeluh.
27) Di Italia, politik adalah hal yang melekat di dalam jiwa. Di Inggris, politik kalah pentingnya dengan 'Big Brother', acara televisi populer yang memperlihatkan sekumpulan orang tidak berbakat yang melakukan hal-hal tidak penting sepanjang hari.
28) Di Italia, dua orang dengan jenis kelamin yang sama berpelukan dan mencium pipi adalah hal yang normal. Di Inggris, Anda 'tidak normal' jika melakukan itu.
29) Di Italia, jika Anda pergi ke sebuah pesta, Anda dipastikan kenyang karena makanan yang disajikan tuan rumah tersedia dalam porsi berlebih. Di Inggris, jangan heran bila Anda diminta untuk membawa makanan sendiri ke pesta, tapi akhirnya Anda masih lapar dan harus mampir ke McDonalds sebelum pulang.
30) Di Italia, penyiar televisi cantik antara lain Juliana Moreira, Ilary Blasi, Christina Chiabotto, Ilaria D'Amico dan Michelle Hunziker, itupun baru sebagian. Di Inggris, hanya ada Jordan atau Jody Marsh.

Minggu, 28 Agustus 2011

Peran Mahasiswa di lingkungan kampus: Peran Mahasiswa dalam Pemberantasan Korupsi

Ditulis oleh Riska Amelia di Minggu, Agustus 28, 2011 0 komentar

                 Dari sudut pandang tertentu, khususnya sosiologis, mahasiswa sering disebut sebagai “bahan manusia yang terbaik dalam suatu bangsa” (the best human material of nation). Mahasiswa merupakan suatu elemen masyarakat yang unik dan jumlahnya tidak banyak, namun sejarah menunjukkan bahwa dinamika bangsa ini tidak lepas dari peran mahasiswa.
         Walaupun jaman terus bergerak dan berubah, tetap ada yang tidak berubah dari mahasiswa, yaitu semangat dan idealisme yang dimilikinya. Dapat dilihat bahwa mahasiswa merupakan suatu lapisan tersendiri dalam masyarakat yang dapat dikatakan sebagai lapisan elite atau atas. Dan sebagaimana diketahui, setiap lapisan elite akan selalu membawa sejumlah hak-hak istimewa. Hak-hak istimewa inilah yang menjadi sumber beberapa kualitas dalam dunia mahasiswa, sehingga kehidupan mahasiswa senantiasa ditandai oleh kedinamisan dan semangat inovatif.  Semangat-semangat yang berkobar terpatri dalam diri mahasiswa, semangat yang mendasari perbuatan untuk melakukan perubahan-perubahan atas keadaan yang dianggapnya tidak adil dan mimpi-mimpi besar akan bangsanya. Jelas bahwa mahasiswa harus menyadari kualitas-kualitas diri dan kelompoknya, serta kualitas keseluruhan lingkungan civitas akademika dan kehidupan ilmiah atau intelektual. Kualitas-kualitas itulah yang memungkinkan seseorang menjadi mahasiswa atau partisipan lain dalam kegiatan-kegiatan intelektual dengan kadar kebebasan secukupnya. Mahasiswa dimungkinkan untuk melakukan tindakan-tindakan, mengeluarkan gagasan-gagasan dan mengadakan penilaian yang tidak memihak. Mahasiswa tahu ia harus berbuat sesuatu untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Sejarah mencatat dengan tinta emas perjuangan mahasiswa dalam memerangi ketidak adilan. Sejarah juga mencatat bahwa perjuangan bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari mahasiswa dan dari pergerakan mahasiswa akan muncul tokoh dan pemimpin bangsa.
       Orientasi mahasiswa terhadap masa depan menjadikan mereka orang-orang yang idealis. Tetapi sampai dimana aspirasi mahasiswa yang serbai idealis dapat bertahan pada diri mereka sendiri?. Di masa sekarang ini, mahasiswa dihadapkan pada tantangan yang tidak kalah besar dibandingkan dengan kondisi masa lampau. Kondisi yang membuat Bangsa Indonesia terpuruk, yaitu masalah korupsi yang merebak di seluruh bangsa ini. Mahasiswa harus berpandangan bahwa korupsi adalah musuh utama bangsa dan harus diperangi.
          Dalam seni perang, terdapat ungkapan “untuk memenangi peperangan harus mengenal lawan dan mengenali diri sendiri”. Untuk itu, mahasiswa harus mengetahui apa itu korupsi. Banyak sekali definisi mengenai korupsi, namun demikian pengertian korupsi menurut hukum positif (UU No 31 Tahun 1999 jo UUNo.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) adalah perbuatan setiap orang baik pemerintahan maupun swasta yang melanggar hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
        Adapun dampak dari korupsi bagi bangsa Indonesia sangat besar dan komplek. Menurut Soejono Karni, beberapa dampak korupsi adalah:
a. rusaknya sistem tatanan masyarakat,
b. ekonomi biaya tinggi dan sulit melakukan efisiensi,
c. munculnya berbagai masalah sosial di masyarakat,
d. penderitaan sebagian besar masyarakat di sektor ekonomi, administrasi, politik, maupun hukum,
e. yang pada akhirnya menimbulkan sikap frustasi, ketidakpercayaan, apatis terhadap pemerintah yang berdampak kontraproduktif terhadap pembangunan.
      Seringkali korupsi dilakukan tidak secara personal, tetapi dilakukan secara kolektif, struktural, dan sistemis. Sehingga secara tidak langsung korupsi lambat laun menjadi sebuah budaya. Fenomena itu pun terjadi di Indonesia, sehingga diperlukan strategi pemberantasan korupsi secara kolektif, struktural, dan sistemis. Upaya memerangi korupsi bukanlah hal yang mudah. Dari pengalaman Negara-negara lain yang dinilai sukses memerangi korupsi, segenap elemen bangsa dan masyarakat harus dilibatkan dalam upaya memerangi korupsi melalui cara-cara yang simultan.Upaya pemberantasan korupsi meliputi beberapa prinsip, antara lain:
a. memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi,
b. upaya pencegahan, investigasi, serta edukasi dilakukan secara bersamaan,
c. tindakan diarahkan terhadap suatu kegiatan dari hulu sampai hilir (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan aspek kuratifnya) dan meliputi berbagai elemen.
            Selain mengenal karakteristik korupsi, pengenalan diri diperlukan untuk menentukan strategi yang efektif yang akan digunakan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, mahasiswa harus menyadari siapa dirinya, dan kekuatan dan kemampuan apa yang dimilikinya yang dapat digunakan untuk menghadapi peperangan melawan korupsi. Apabila kita menilik ke dalam untuk mengetahui apa hakekat dari mahasiswa, maka kita akan mengetahui bahwa mahasiswa dapat memenuhi tanggung jawab sosial dengan melakukan banyak hal. Disatu sisi mahasiswa merupakan peserta didik yg berusaha sukses dalam studi dimana mahasiswa diproyeksikan menjadi birokrat, teknokrat, pengusaha, dan profesi lainnya. Dalam hal ini mahasiswa tdk hanya dituntut untuk memiliki kecerdasan intelektual, namun juga kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Sukses dalam studi diusahakan dalam semangat kesadaran sosial yang setinggi-tingginya, melalui keyakinan bahwa disiplin ilmu yang dipilihnya tidak saja berguna, tapi itulah jalan tebaik baginya untuk mewujudkan darmanya kpd masyarakat. Dengan berbekal hal-hal tersebut, mahasiswa akan dapat menjadi agen pembaharu yang handal, yang menggantikan peran-peran pendahulunya di masa yang akan datang akan dapat melakukan perbaikan terhadap kondisi yang ada kearah yang lebih baik. Di sisi lain,mahasiswa memiliki kepekaan sosial yang semakin meningkat, yaitu kemampuan untuk mengenali problem-problem dalam masyarakat dan adanya komitmen untuk mencari jalan pemecahannya. Selain itu, Mahasiswa juga dapat berperan mempengaruhi kebijakan publik dari pemerintah. 
               Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk mempengaruhi keputusan politik adalah dengan melakukan penyebaran informasi/tanggapan atas kebijakan pemerintah dengan melakukan membangun opini publik, jumpa pers, diskusi terbuka dengan pihak-pihak yang berkompeten. Selain itu, mahasiswa juga menyampaikan tuntutan dengan melakukan demonstrasi dan pengerahan massa dalam jumlah besar. Di samping itu, mahasiswa mempunyai jaringan yang luas, baik antar mahasiswa maupun dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat sehingga apabila dikoordinasikan dengan baik akan menjadi kekuatan yang sangatbesar untuk menekan pemerintah.
       Untuk dapat berperan secara optimal dalam pemberantasan korupsi adalah pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan kata lain, mahasiswa harus mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus bersih dan jauh dari perbuatan korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan korupsi dimulai dari awal masuk perkuliahan. Pada masa ini merupakan masa penerimaan mahasiswa, dimana mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan internal kampus dan sekaligus melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang mengatur pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya korupsi. Di samping itu, mahasiswa melakukan kontrol terhadap jalannya penerimaan mahasiswa baru dan melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang atas penyelewengan yang ada.
               Selain itu, mahasiswa juga melakukan upaya edukasi terhadap rekan-rekannya ataupun calon mahasiswa untuk menghindari adanya praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses penerimaan mahasiswa. Selanjutnya adalah pada proses perkuliahan. Dalam masa ini, perlu penekanan terhadap moralitas mahasiswa dalam berkompetisi untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, tanpa melalui cara-cara yang curang. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membentengi diri dari rasa malas belajar.Hal krusial lain dalam masa ini adalah masalah penggunaan dana yang ada dilingkungan kampus. Untuk itu diperlukan upaya investigatif berupa melakukan kajian kritis terhadap laporan-laporan pertanggungjawaban realisasi penerimaandan pengeluarannya. Sedangkan upaya edukatif penumbuhan sikap anti korupsi dapat dilakukan melalui media berupa seminar, diskusi, dialog. Selanjutnya pada tahap akhir perkuliahan, dimana pada masa ini mahasiswa memperoleh gelar kesarjanaan sebagai tanda akhir proses belajar secara formal. Mahasiswa harus memahami bahwa gelar kesarjanaan yang diemban memiliki konsekuensi berupa tanggung jawab moral sehingga perlu dihindari upaya-upaya melalui jalan pintas.
              Sebagai kontrol sosial, mahasiswa dapat melakukan peran preventif terhadap korupsi dengan membantu masyarakat dalam mewujudkan ketentuan dan peraturan yang adil dan berpihak pada rakyat banyak, sekaligus mengkritisi peraturan yang tidak adil dan tidak berpihak pada masyarakat. Kontrol terhadap kebijakan pemerintah tersebut perlu dilakukan karena banyak sekali peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang hanya berpihak pada golongan tertentu saja dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat banyak.Kontrol tersebut bisa berupa tekanan berupa demonstrasi ataupun dialog dengan pemerintah maupun pihak legislatif.Mahasiswa juga dapat melakukan peran edukatif dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat baik pada saat melakukan kuliah kerja lapangan atau kesempatan yang lain mengenai masalah korupsi dan mendorong masyarakat berani melaporkan adanya korupsi yang ditemuinya pada pihak yang berwenang.Selain itu, mahasiswa juga dapat melakukan strategi investigatif dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi serta melakukan tekanan kepada aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Tekanan tersebut bisa berupa demonstrasi ataupun pembentukan opini publik.
                  Idealisme mahasiswa hrs terpelihara dengan baik dan berlanjut sampai kelak mereka menjadi sarjana atau tenaga ahli. Mereka harus menanamkan pada dirinya bahwa apa yang mereka cita-citakan itu mengandung makna hidup mereka sendiri yang hakiki. Dengan kata lain mereka hrs mendukung idealisme karena keyakinan mereka kepada suatu ajaran hidup atau ideologi, bukan semata-mata karena adanya kepentingan sesaat atau pragmatis.

Jumat, 26 Agustus 2011

Kesungguhan dalam melaksanakan cita-cita "keadilan sosial"

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, Agustus 26, 2011 0 komentar

Salah satu harapan perkembangan positif dari pemerintah di tanah air kita selama ini ialah adanya kesadaran yang semakin besar dari para pemimpin kita tentang pentingnya melaksanakan keadilan social sebagai bagian daripada kegiatan pembangunan. Presiden sendiri telah menyatakan komitmennya kpd keadilan sosial itu dalam berbagai banyak kesempatan.
Sebenarnya keinsafan akan rasa keadilan sosial ini harus sudah menjadi milik setiap warga Negara, dan bukan merupakan sesuatu yang baru. Sebab sebagai sila terakhir dalam pancasila, keadilan sosial dinyatakan sebagai tujuan kita membentuk Republik Indonesia merdeka ini.


Agama-agama pun meletakkan cita-cita mewujudkan keadilan social itu sebagai salah satu ajaran pokoknya. Islam dikenal sebagai agama yang amat banyak berbicara tentang pembelaan terhadap kaum miskin serta tantang persaman mutlak antara sesama manusia. Dan etika Kristen telah memberikan ilham bagi banyak pikiran tentang kemanusiaan di dunia barat. Begitu pula agama Hindu, ia telah melahirkan putra-putra kemanusian yang besar, diantaranya ialah bapak India merdeka Mahatma Gandhi.

Apabila norma-norma itu telah dengan sendirinya kita terima dan setujui, maka tidak kurang pentingnya  ialah bagaimana melaksanakannya dalam tindakan-tindakan konkret. Disinilah orang lebih sulit bersatu pikiran disebabkan beraneka ragamnya tingkat pengalaman, penghayatan dan pengetahuan atau pandangan.
Seseorang yang tidak pernah mengalami sendiri suatu perlakuan tidak adil tentu kurang dapat merasakan dan menangkap segi-segi ketidak adilan yang terjadi dalam masyarakat sehari-hari.. kesemuanya itu mungkin tampak baginya sebagai sesuatu yang wajar saja. Demikian pula, mungkin seseorang mengalami suatu kezaliman, namun karena sudah terbiasa kepada sikap “nerima” maka ia tdk menghayati kezaliman tersebut, dan kepincangan social itu juga dilihatnya sebagai sesuatu  yang sudah semestinya terjadi. Begitu juga pengetahuan dan pandangan yang dimiliki seseorang tentang makna keadilan akan banyak mewarnai sikapnya dalam segi pelaksanaan.

Tentang hal yang terakhir ini, kita ingin mengemukakan suau perkara. Bagi seseorang yang secara sungguh-sungguh terikat (committed) kepada nasib rakyat, ia akan memperdalam pengetahuan dan memperluas pandangan tentang sejarah pikiran dan pelaksanaan keadilan social yang ada pada umat manusia. Tanpa hendak memperkecil arti sejarah bangsa sendiri dan pikiran-pikirannya yang orosinil dan rasioanal adalah suatu sikap yang tidak realistis apabila kita merasa cukup sendiri dan tdk perlu belajar  kpd bangsa-bangsa atau orang2 lain. Keharusan zaman modern adalah adanya kesadaran akan interdependensi Internasional.

Salah satu aspek keadilan social itu adalah pembagian kekayan nasional yang lebih merata. Berabad-abad manusia memikirkan masalh ini, dan untuk itu telah ditulis berjilid-jilid buku yang tdk semua org dapat memahaminya. Namun kesadaran yang ditimbulkannya telah hamper merata di seluruh dunia, yaitu bahwa kepincangan social yang terpenting ialah menyangkut distribusi rezeki. Idenya yang terpokok ialah bagaimana menghilangkan kemiskinan. Dan kemiskinan itu ada karena ada kekayaan : tdk ada org miskin dalam suatu masyarakat jika disitu tdk terdapat org kaya.
Kemiskinan tidaklah mengakibatkan ketidakbahagiaan. Banyak org melarat yg dalam hidupnya ternyata lebih gembira daripada org kaya. Tetapi kemiskinan mengakibatkan degradasi, sehingga membahayakan bagi suat masyarakat.  Kejahatan yg ditimbulkannya bersifat menular, dan tidak dpt dihindari hanya dgn pengasingan diri orang2 kaya dlm bentuk apapun yg mungkin.
Dalam hubungannya dgn masalah ini, kita melihat sesuatu yg amat meminta perhatian dlm masyarakat kita. Ambilah pola-pola kehidupan yg belum adil ini. Kita saksikan setiap saat betapa org2 yg legih berungung dgn bebas menikmati kekayaannya, dan betapa org miskin juga dengan bebas memamerkan kemelaratannya. Org2 kaya itu seakan-akan brkata. “ semua harta benda ini adalah hasil keringatku sendiri, dan oleh krn itu adalah hak pribadiku  yg mutlak untuk menikmatinya dgn cara2 yg aku senangi! Dan salah org miskin sendirilah apabila ia tdk cakap mengumpulkan kekayaan!” sebaliknya org2 miskin itu seakan-akan berkata (krn umumnya terdiri dari mereka yg berpendidikan rendah atau tdk berpendidikan sama sekali), “suda terlanjur aku menjadi melarat, dan tidak ada gunanya menyembunyikannya lagi!”.
Padahal semua keadan itu adalah semata-mata hasil dari suatu system, yaitu system distribusi rezeki yg berlaku. Dan mereka tidak menyadari bahwa suatu system dpt diubah. Tdk ada suatu system yg mutlak berlaku dan benar selama-lamanya.

Menurut seorang ahli, ada tujuh system pembagian rezeki yang sekarang ini diperjuangkan org atau dilaksanakan: (1) Kepada setiap org diberikan apa yg dia hasilkan. (2) Kpd setiap org diberikan menurut sepatutnya. (3) Kpd setiap org diberikan atau memperoleh apa yg ia mampu merebutnya. (4) kpd org yg kebanyakan diberikan sekadar untuk menjaga agar mereka tetap hdp sepanjang hari, dan selebihnya diberikan kpd org2 terhormat. (5) membagi masyarakat menjadi berkelas-kelas; pembagian kekayaan dalam suatu kelas sama rata, tetapi tdk demikian antara suatu kelas dengan kelas lainnya. (6) kita teruskan saja apa yg sekarang berlangsung. (7) sosialisme: bagian yg sama untuk setiap orang.
Sekarang terserah kpd kita, termasuk system pembagian rezeki mana di Indonesia skrg. Atau system mana yg hendak kita laksanakan dalam masa mendatang ini. Namun suatu hal yg pasti, yaitu bahwa komitmen kita pada keadilan social hrs diikuti dgn kesungguhan memikirkan bagaimana melaksanakannya

framming analisys

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, Agustus 26, 2011 0 komentar

kebebasan memberitakan merupakan segala-galanya bagi media. Alih-alih menginformasikan kepada khayalak tetapi justru membawa" polusi". Polusi bukan hanya menjadi masalah lingkungan, tetapi juga sudah melebar ke dunia jurnalisme dan informasi. Jakob Nielsen pada tahun 2003 pernah menulis sejumlah artikel mengenai “polusi informasi” (information pollution). Polusi informasi adalah efek kontaminasi dari arus informasi yang tidak relevan, informasi yang berlebihan, dan rendah-nilai. Penyebaran informasi yang tidak berguna dan tidak diinginkan dapat memiliki efek yang merugikan pada aktivitas manusia. Hal ini mengacu pada kesulitan seseorang dalam memiliki pemahaman dan membuat keputusan yang dapat disebabkan oleh adanya terlalu banyak informasi.

Dalam disiplin ilmu komunikasi polusi informasi disebut juga dengan istilah Noise, yaitu  ketika banyak informasi yang diterima oleh khalayak sehingga respon dari pesan yang diterima tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ketika banyak informasi tentang kebobrokan politik yg simpang siur misalnya, maka noise dari informasi yang diterima oleh khalayak sangat besar, karena begitu banyak pesan yang harus diserap sehingga membingungkan. bagaimana dengan media di neraga kita? 
Ada beberapa tipe pemilik media di Indonesia, yang dari situ arah pemberitaannya berbeda-beda sesuai dengan pemiliknya. Karena teori framing masih sangat relevan untuk menggambarkan antara pemilik modal dengan output pemberitaan.

Dalam ranah studi ilmu komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganilisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehunga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politik, atau kultural yang melingkupinya.

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi rakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang di ambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawah kemana berita tersebut.
Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk men-framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadian (happening) penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek framing jurnalis. Namun, bagian-bagian kejadian penting ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan.

Sekurangnya, ada tiga bagian berita yang bisa menjadi objek framing seorang wartawan, yakni: judul berita, fokus berita, dan penutup berita. 
Judul berita di-framing dengan menggunakan teknik empati yaitu menciptakan ‘pribadi khayal’ dalam diri khalayak. Kemudian, fokus berita di-framing dengan menggunakan teknik asosiasi yaitu menggabungkan kebijakkan aktual dengan fokus berita. Selanjutnya, penutup berita di-framing dengan menggunakan teknik packing yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita.




**sumber : kompasiana, Collection of Articles The World Discussing Communication Studies, dan berbagai sumber lainnya.

'a good life"

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, Agustus 26, 2011 0 komentar

Saya marah Karena orang begitu egoisnya.. Semakin tak punya nurani, tak peduli, egois. Yang penting aku, aku, dan aku. Apakah nilai toleransi semakin menipis? Apa mungkin mereka mempunyai filosofi hidup semacam begini : kalau bisa nyusahin orang, mengapa harus membahagiakan?
Kalau mau menjadi orang yang sabar, jadi orang pemaaf, yah situasi seperti itu nikmati saja. Saya Cuma mikir, yang waras ngalah.

Saya lupa. Saya lupa saya juga pernah melakukan itu.
Kalau dulu saya pernah begitu egoisnya dan orang lain sengsara karenanya. dan saya tidak ingat, atau pura-pura tidak ingat.
Sekarang saya rasakan. Situasi yang sekarang saya rasa itu upah dari apa yang saya tabur.
Sekarang saat terjerat dalam situasi semacam itu, saya sedang diberi pelajaran ada harga yang harus dibayar dari sebuah perbuatan. Mau itu masa lampau, masa sekarang. Bentuk pembayarannya bermacam-macam, sesuai apa yg pernah saya tabur.

Sadari saya hidup di dunia ini bukan hanya untuk menyenangkan orang yang lain, tapi juga untuk menyenangkan sang khalik. Jadi objektif menciptakan manusia di bumi ini adalah untuk sang pencipta, bukan untuk jidat saya atau jidat anda. Kalau anda kurang ajar kepada sesama, berarti anda juga sedang kurang ajar dengan sang pencipta.
Kalau anda menggertak sesama, ingat sesama itu adalah ciptaan tuhan, kok berani menggertak hasil ciptaan sang pencipta. Apalagi menggertak dalam keadaan bersalah. anda bukan pemenang, anda justru pecundang. tau pecundang itu apa? orang yang tak mau mengakui kalau dirinya salah.

Ketika Keyakinan Diandalkan

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, Agustus 26, 2011 0 komentar

Masa lalu sering begitu menyakitkan. Kegagalan. Kecerobohan. Kekonyolan. Semua pengalaman hidup yang membuatmu belajar dan mengerti. Sebuah mata kuliah dengan sks tak terhingga dari maha guru sang sutradara khidupan. Tetapi, kelelahan sebagai 'mainan' tuhan, sering begitu menjatuhkan. Memperkuat hipotesa bahwa kita makhluk paling lemah dalam hingar bingar alam semesta.
Setelah saya melewati pengalaman setahun kemarin, usaha untuk jadi figur inspiring people sulit membuahkan hasil. Saya hidup di dunia yg cenderung menilai kesuksesan dari jumlah penghasilan atau ukuran mobil-mobilnya, bukan dari kualitas layanan dan hubungan dengan sesama manusia. Sebagai mahasiswa tingkat pertama saya menghadapi berbagai ketidakpastian dalam kehidupan akademis dan berbagai pilihan masa depan. Harus Pain dulu baru Gain, dan saya sadar usaha saya tdk membuahkan hasil karena no sacrifice.

Ingin sekali menerima segalanya. Menatap fokus masa depan tanpa kepalsuan. Mensyukuri setiap jahitan pada pakaian kepribadian. Putaran film yang sangat membosankan. Tapi sekali lagi, jarum khidupan itu sangat menyakitkan. Mematung dalam asumsi bahwa masa dpan tak dapat terhiraukan. Yang akan menjadi masa lalu yang kembali membuatmu begitu kepayahan. Kamu mengerang, menggeram penuh ngilu. Akibat ulah perasaan, yang begitu peka merasakan.

Tapi saya bukan pecundang. Yang lari dari kenyataan. Yang memilih jalan mudah, kabur untuk sekedar melupakan. Pekerjaan saya adalah menemukan pekerjaan saya, dan kemudian dengan segenap hati mengabdikan diri saya pada pekerjaan tersebut. Mengerjakan hal yang saya sukai dan menyukai hal yang saya kerjakan, dan saya dapati bahwa saya tak perlu bekerja seharipun sepanjang hidup saya.Tidak peduli seberapa dalam kajian yang saya lakukan, yang benar-benar harus saya andalkan adalah intuisi saya sendiri dan jika intuisi itu datang, saya benar-benar tak akan tahu apa yang akan terjadi sebelum saya melakukannya.
Saya harus berani merasakan, mengerti, dan memperbaiki benang yang terkusutkan, pelan-pelan, meski tak ada sebuah kepastian.Saya hanya bisa mengandalkan sang iman. Percaya bahwa semuanya akan bisa tumbuh dari mantapnya sebuah keyakinan. Benar kan?

 

Wasana Kata Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review