Minggu, 28 Agustus 2011

Peran Mahasiswa di lingkungan kampus: Peran Mahasiswa dalam Pemberantasan Korupsi

Ditulis oleh Riska Amelia di Minggu, Agustus 28, 2011 0 komentar

                 Dari sudut pandang tertentu, khususnya sosiologis, mahasiswa sering disebut sebagai “bahan manusia yang terbaik dalam suatu bangsa” (the best human material of nation). Mahasiswa merupakan suatu elemen masyarakat yang unik dan jumlahnya tidak banyak, namun sejarah menunjukkan bahwa dinamika bangsa ini tidak lepas dari peran mahasiswa.
         Walaupun jaman terus bergerak dan berubah, tetap ada yang tidak berubah dari mahasiswa, yaitu semangat dan idealisme yang dimilikinya. Dapat dilihat bahwa mahasiswa merupakan suatu lapisan tersendiri dalam masyarakat yang dapat dikatakan sebagai lapisan elite atau atas. Dan sebagaimana diketahui, setiap lapisan elite akan selalu membawa sejumlah hak-hak istimewa. Hak-hak istimewa inilah yang menjadi sumber beberapa kualitas dalam dunia mahasiswa, sehingga kehidupan mahasiswa senantiasa ditandai oleh kedinamisan dan semangat inovatif.  Semangat-semangat yang berkobar terpatri dalam diri mahasiswa, semangat yang mendasari perbuatan untuk melakukan perubahan-perubahan atas keadaan yang dianggapnya tidak adil dan mimpi-mimpi besar akan bangsanya. Jelas bahwa mahasiswa harus menyadari kualitas-kualitas diri dan kelompoknya, serta kualitas keseluruhan lingkungan civitas akademika dan kehidupan ilmiah atau intelektual. Kualitas-kualitas itulah yang memungkinkan seseorang menjadi mahasiswa atau partisipan lain dalam kegiatan-kegiatan intelektual dengan kadar kebebasan secukupnya. Mahasiswa dimungkinkan untuk melakukan tindakan-tindakan, mengeluarkan gagasan-gagasan dan mengadakan penilaian yang tidak memihak. Mahasiswa tahu ia harus berbuat sesuatu untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Sejarah mencatat dengan tinta emas perjuangan mahasiswa dalam memerangi ketidak adilan. Sejarah juga mencatat bahwa perjuangan bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari mahasiswa dan dari pergerakan mahasiswa akan muncul tokoh dan pemimpin bangsa.
       Orientasi mahasiswa terhadap masa depan menjadikan mereka orang-orang yang idealis. Tetapi sampai dimana aspirasi mahasiswa yang serbai idealis dapat bertahan pada diri mereka sendiri?. Di masa sekarang ini, mahasiswa dihadapkan pada tantangan yang tidak kalah besar dibandingkan dengan kondisi masa lampau. Kondisi yang membuat Bangsa Indonesia terpuruk, yaitu masalah korupsi yang merebak di seluruh bangsa ini. Mahasiswa harus berpandangan bahwa korupsi adalah musuh utama bangsa dan harus diperangi.
          Dalam seni perang, terdapat ungkapan “untuk memenangi peperangan harus mengenal lawan dan mengenali diri sendiri”. Untuk itu, mahasiswa harus mengetahui apa itu korupsi. Banyak sekali definisi mengenai korupsi, namun demikian pengertian korupsi menurut hukum positif (UU No 31 Tahun 1999 jo UUNo.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) adalah perbuatan setiap orang baik pemerintahan maupun swasta yang melanggar hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
        Adapun dampak dari korupsi bagi bangsa Indonesia sangat besar dan komplek. Menurut Soejono Karni, beberapa dampak korupsi adalah:
a. rusaknya sistem tatanan masyarakat,
b. ekonomi biaya tinggi dan sulit melakukan efisiensi,
c. munculnya berbagai masalah sosial di masyarakat,
d. penderitaan sebagian besar masyarakat di sektor ekonomi, administrasi, politik, maupun hukum,
e. yang pada akhirnya menimbulkan sikap frustasi, ketidakpercayaan, apatis terhadap pemerintah yang berdampak kontraproduktif terhadap pembangunan.
      Seringkali korupsi dilakukan tidak secara personal, tetapi dilakukan secara kolektif, struktural, dan sistemis. Sehingga secara tidak langsung korupsi lambat laun menjadi sebuah budaya. Fenomena itu pun terjadi di Indonesia, sehingga diperlukan strategi pemberantasan korupsi secara kolektif, struktural, dan sistemis. Upaya memerangi korupsi bukanlah hal yang mudah. Dari pengalaman Negara-negara lain yang dinilai sukses memerangi korupsi, segenap elemen bangsa dan masyarakat harus dilibatkan dalam upaya memerangi korupsi melalui cara-cara yang simultan.Upaya pemberantasan korupsi meliputi beberapa prinsip, antara lain:
a. memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi,
b. upaya pencegahan, investigasi, serta edukasi dilakukan secara bersamaan,
c. tindakan diarahkan terhadap suatu kegiatan dari hulu sampai hilir (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan aspek kuratifnya) dan meliputi berbagai elemen.
            Selain mengenal karakteristik korupsi, pengenalan diri diperlukan untuk menentukan strategi yang efektif yang akan digunakan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, mahasiswa harus menyadari siapa dirinya, dan kekuatan dan kemampuan apa yang dimilikinya yang dapat digunakan untuk menghadapi peperangan melawan korupsi. Apabila kita menilik ke dalam untuk mengetahui apa hakekat dari mahasiswa, maka kita akan mengetahui bahwa mahasiswa dapat memenuhi tanggung jawab sosial dengan melakukan banyak hal. Disatu sisi mahasiswa merupakan peserta didik yg berusaha sukses dalam studi dimana mahasiswa diproyeksikan menjadi birokrat, teknokrat, pengusaha, dan profesi lainnya. Dalam hal ini mahasiswa tdk hanya dituntut untuk memiliki kecerdasan intelektual, namun juga kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Sukses dalam studi diusahakan dalam semangat kesadaran sosial yang setinggi-tingginya, melalui keyakinan bahwa disiplin ilmu yang dipilihnya tidak saja berguna, tapi itulah jalan tebaik baginya untuk mewujudkan darmanya kpd masyarakat. Dengan berbekal hal-hal tersebut, mahasiswa akan dapat menjadi agen pembaharu yang handal, yang menggantikan peran-peran pendahulunya di masa yang akan datang akan dapat melakukan perbaikan terhadap kondisi yang ada kearah yang lebih baik. Di sisi lain,mahasiswa memiliki kepekaan sosial yang semakin meningkat, yaitu kemampuan untuk mengenali problem-problem dalam masyarakat dan adanya komitmen untuk mencari jalan pemecahannya. Selain itu, Mahasiswa juga dapat berperan mempengaruhi kebijakan publik dari pemerintah. 
               Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk mempengaruhi keputusan politik adalah dengan melakukan penyebaran informasi/tanggapan atas kebijakan pemerintah dengan melakukan membangun opini publik, jumpa pers, diskusi terbuka dengan pihak-pihak yang berkompeten. Selain itu, mahasiswa juga menyampaikan tuntutan dengan melakukan demonstrasi dan pengerahan massa dalam jumlah besar. Di samping itu, mahasiswa mempunyai jaringan yang luas, baik antar mahasiswa maupun dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat sehingga apabila dikoordinasikan dengan baik akan menjadi kekuatan yang sangatbesar untuk menekan pemerintah.
       Untuk dapat berperan secara optimal dalam pemberantasan korupsi adalah pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan kata lain, mahasiswa harus mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus bersih dan jauh dari perbuatan korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan korupsi dimulai dari awal masuk perkuliahan. Pada masa ini merupakan masa penerimaan mahasiswa, dimana mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan internal kampus dan sekaligus melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang mengatur pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya korupsi. Di samping itu, mahasiswa melakukan kontrol terhadap jalannya penerimaan mahasiswa baru dan melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang atas penyelewengan yang ada.
               Selain itu, mahasiswa juga melakukan upaya edukasi terhadap rekan-rekannya ataupun calon mahasiswa untuk menghindari adanya praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses penerimaan mahasiswa. Selanjutnya adalah pada proses perkuliahan. Dalam masa ini, perlu penekanan terhadap moralitas mahasiswa dalam berkompetisi untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, tanpa melalui cara-cara yang curang. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membentengi diri dari rasa malas belajar.Hal krusial lain dalam masa ini adalah masalah penggunaan dana yang ada dilingkungan kampus. Untuk itu diperlukan upaya investigatif berupa melakukan kajian kritis terhadap laporan-laporan pertanggungjawaban realisasi penerimaandan pengeluarannya. Sedangkan upaya edukatif penumbuhan sikap anti korupsi dapat dilakukan melalui media berupa seminar, diskusi, dialog. Selanjutnya pada tahap akhir perkuliahan, dimana pada masa ini mahasiswa memperoleh gelar kesarjanaan sebagai tanda akhir proses belajar secara formal. Mahasiswa harus memahami bahwa gelar kesarjanaan yang diemban memiliki konsekuensi berupa tanggung jawab moral sehingga perlu dihindari upaya-upaya melalui jalan pintas.
              Sebagai kontrol sosial, mahasiswa dapat melakukan peran preventif terhadap korupsi dengan membantu masyarakat dalam mewujudkan ketentuan dan peraturan yang adil dan berpihak pada rakyat banyak, sekaligus mengkritisi peraturan yang tidak adil dan tidak berpihak pada masyarakat. Kontrol terhadap kebijakan pemerintah tersebut perlu dilakukan karena banyak sekali peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang hanya berpihak pada golongan tertentu saja dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat banyak.Kontrol tersebut bisa berupa tekanan berupa demonstrasi ataupun dialog dengan pemerintah maupun pihak legislatif.Mahasiswa juga dapat melakukan peran edukatif dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat baik pada saat melakukan kuliah kerja lapangan atau kesempatan yang lain mengenai masalah korupsi dan mendorong masyarakat berani melaporkan adanya korupsi yang ditemuinya pada pihak yang berwenang.Selain itu, mahasiswa juga dapat melakukan strategi investigatif dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi serta melakukan tekanan kepada aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Tekanan tersebut bisa berupa demonstrasi ataupun pembentukan opini publik.
                  Idealisme mahasiswa hrs terpelihara dengan baik dan berlanjut sampai kelak mereka menjadi sarjana atau tenaga ahli. Mereka harus menanamkan pada dirinya bahwa apa yang mereka cita-citakan itu mengandung makna hidup mereka sendiri yang hakiki. Dengan kata lain mereka hrs mendukung idealisme karena keyakinan mereka kepada suatu ajaran hidup atau ideologi, bukan semata-mata karena adanya kepentingan sesaat atau pragmatis.

Jumat, 26 Agustus 2011

Kesungguhan dalam melaksanakan cita-cita "keadilan sosial"

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, Agustus 26, 2011 0 komentar

Salah satu harapan perkembangan positif dari pemerintah di tanah air kita selama ini ialah adanya kesadaran yang semakin besar dari para pemimpin kita tentang pentingnya melaksanakan keadilan social sebagai bagian daripada kegiatan pembangunan. Presiden sendiri telah menyatakan komitmennya kpd keadilan sosial itu dalam berbagai banyak kesempatan.
Sebenarnya keinsafan akan rasa keadilan sosial ini harus sudah menjadi milik setiap warga Negara, dan bukan merupakan sesuatu yang baru. Sebab sebagai sila terakhir dalam pancasila, keadilan sosial dinyatakan sebagai tujuan kita membentuk Republik Indonesia merdeka ini.


Agama-agama pun meletakkan cita-cita mewujudkan keadilan social itu sebagai salah satu ajaran pokoknya. Islam dikenal sebagai agama yang amat banyak berbicara tentang pembelaan terhadap kaum miskin serta tantang persaman mutlak antara sesama manusia. Dan etika Kristen telah memberikan ilham bagi banyak pikiran tentang kemanusiaan di dunia barat. Begitu pula agama Hindu, ia telah melahirkan putra-putra kemanusian yang besar, diantaranya ialah bapak India merdeka Mahatma Gandhi.

Apabila norma-norma itu telah dengan sendirinya kita terima dan setujui, maka tidak kurang pentingnya  ialah bagaimana melaksanakannya dalam tindakan-tindakan konkret. Disinilah orang lebih sulit bersatu pikiran disebabkan beraneka ragamnya tingkat pengalaman, penghayatan dan pengetahuan atau pandangan.
Seseorang yang tidak pernah mengalami sendiri suatu perlakuan tidak adil tentu kurang dapat merasakan dan menangkap segi-segi ketidak adilan yang terjadi dalam masyarakat sehari-hari.. kesemuanya itu mungkin tampak baginya sebagai sesuatu yang wajar saja. Demikian pula, mungkin seseorang mengalami suatu kezaliman, namun karena sudah terbiasa kepada sikap “nerima” maka ia tdk menghayati kezaliman tersebut, dan kepincangan social itu juga dilihatnya sebagai sesuatu  yang sudah semestinya terjadi. Begitu juga pengetahuan dan pandangan yang dimiliki seseorang tentang makna keadilan akan banyak mewarnai sikapnya dalam segi pelaksanaan.

Tentang hal yang terakhir ini, kita ingin mengemukakan suau perkara. Bagi seseorang yang secara sungguh-sungguh terikat (committed) kepada nasib rakyat, ia akan memperdalam pengetahuan dan memperluas pandangan tentang sejarah pikiran dan pelaksanaan keadilan social yang ada pada umat manusia. Tanpa hendak memperkecil arti sejarah bangsa sendiri dan pikiran-pikirannya yang orosinil dan rasioanal adalah suatu sikap yang tidak realistis apabila kita merasa cukup sendiri dan tdk perlu belajar  kpd bangsa-bangsa atau orang2 lain. Keharusan zaman modern adalah adanya kesadaran akan interdependensi Internasional.

Salah satu aspek keadilan social itu adalah pembagian kekayan nasional yang lebih merata. Berabad-abad manusia memikirkan masalh ini, dan untuk itu telah ditulis berjilid-jilid buku yang tdk semua org dapat memahaminya. Namun kesadaran yang ditimbulkannya telah hamper merata di seluruh dunia, yaitu bahwa kepincangan social yang terpenting ialah menyangkut distribusi rezeki. Idenya yang terpokok ialah bagaimana menghilangkan kemiskinan. Dan kemiskinan itu ada karena ada kekayaan : tdk ada org miskin dalam suatu masyarakat jika disitu tdk terdapat org kaya.
Kemiskinan tidaklah mengakibatkan ketidakbahagiaan. Banyak org melarat yg dalam hidupnya ternyata lebih gembira daripada org kaya. Tetapi kemiskinan mengakibatkan degradasi, sehingga membahayakan bagi suat masyarakat.  Kejahatan yg ditimbulkannya bersifat menular, dan tidak dpt dihindari hanya dgn pengasingan diri orang2 kaya dlm bentuk apapun yg mungkin.
Dalam hubungannya dgn masalah ini, kita melihat sesuatu yg amat meminta perhatian dlm masyarakat kita. Ambilah pola-pola kehidupan yg belum adil ini. Kita saksikan setiap saat betapa org2 yg legih berungung dgn bebas menikmati kekayaannya, dan betapa org miskin juga dengan bebas memamerkan kemelaratannya. Org2 kaya itu seakan-akan brkata. “ semua harta benda ini adalah hasil keringatku sendiri, dan oleh krn itu adalah hak pribadiku  yg mutlak untuk menikmatinya dgn cara2 yg aku senangi! Dan salah org miskin sendirilah apabila ia tdk cakap mengumpulkan kekayaan!” sebaliknya org2 miskin itu seakan-akan berkata (krn umumnya terdiri dari mereka yg berpendidikan rendah atau tdk berpendidikan sama sekali), “suda terlanjur aku menjadi melarat, dan tidak ada gunanya menyembunyikannya lagi!”.
Padahal semua keadan itu adalah semata-mata hasil dari suatu system, yaitu system distribusi rezeki yg berlaku. Dan mereka tidak menyadari bahwa suatu system dpt diubah. Tdk ada suatu system yg mutlak berlaku dan benar selama-lamanya.

Menurut seorang ahli, ada tujuh system pembagian rezeki yang sekarang ini diperjuangkan org atau dilaksanakan: (1) Kepada setiap org diberikan apa yg dia hasilkan. (2) Kpd setiap org diberikan menurut sepatutnya. (3) Kpd setiap org diberikan atau memperoleh apa yg ia mampu merebutnya. (4) kpd org yg kebanyakan diberikan sekadar untuk menjaga agar mereka tetap hdp sepanjang hari, dan selebihnya diberikan kpd org2 terhormat. (5) membagi masyarakat menjadi berkelas-kelas; pembagian kekayaan dalam suatu kelas sama rata, tetapi tdk demikian antara suatu kelas dengan kelas lainnya. (6) kita teruskan saja apa yg sekarang berlangsung. (7) sosialisme: bagian yg sama untuk setiap orang.
Sekarang terserah kpd kita, termasuk system pembagian rezeki mana di Indonesia skrg. Atau system mana yg hendak kita laksanakan dalam masa mendatang ini. Namun suatu hal yg pasti, yaitu bahwa komitmen kita pada keadilan social hrs diikuti dgn kesungguhan memikirkan bagaimana melaksanakannya

framming analisys

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, Agustus 26, 2011 0 komentar

kebebasan memberitakan merupakan segala-galanya bagi media. Alih-alih menginformasikan kepada khayalak tetapi justru membawa" polusi". Polusi bukan hanya menjadi masalah lingkungan, tetapi juga sudah melebar ke dunia jurnalisme dan informasi. Jakob Nielsen pada tahun 2003 pernah menulis sejumlah artikel mengenai “polusi informasi” (information pollution). Polusi informasi adalah efek kontaminasi dari arus informasi yang tidak relevan, informasi yang berlebihan, dan rendah-nilai. Penyebaran informasi yang tidak berguna dan tidak diinginkan dapat memiliki efek yang merugikan pada aktivitas manusia. Hal ini mengacu pada kesulitan seseorang dalam memiliki pemahaman dan membuat keputusan yang dapat disebabkan oleh adanya terlalu banyak informasi.

Dalam disiplin ilmu komunikasi polusi informasi disebut juga dengan istilah Noise, yaitu  ketika banyak informasi yang diterima oleh khalayak sehingga respon dari pesan yang diterima tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ketika banyak informasi tentang kebobrokan politik yg simpang siur misalnya, maka noise dari informasi yang diterima oleh khalayak sangat besar, karena begitu banyak pesan yang harus diserap sehingga membingungkan. bagaimana dengan media di neraga kita? 
Ada beberapa tipe pemilik media di Indonesia, yang dari situ arah pemberitaannya berbeda-beda sesuai dengan pemiliknya. Karena teori framing masih sangat relevan untuk menggambarkan antara pemilik modal dengan output pemberitaan.

Dalam ranah studi ilmu komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganilisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehunga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politik, atau kultural yang melingkupinya.

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi rakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang di ambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawah kemana berita tersebut.
Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk men-framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadian (happening) penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek framing jurnalis. Namun, bagian-bagian kejadian penting ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan.

Sekurangnya, ada tiga bagian berita yang bisa menjadi objek framing seorang wartawan, yakni: judul berita, fokus berita, dan penutup berita. 
Judul berita di-framing dengan menggunakan teknik empati yaitu menciptakan ‘pribadi khayal’ dalam diri khalayak. Kemudian, fokus berita di-framing dengan menggunakan teknik asosiasi yaitu menggabungkan kebijakkan aktual dengan fokus berita. Selanjutnya, penutup berita di-framing dengan menggunakan teknik packing yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita.




**sumber : kompasiana, Collection of Articles The World Discussing Communication Studies, dan berbagai sumber lainnya.

'a good life"

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, Agustus 26, 2011 0 komentar

Saya marah Karena orang begitu egoisnya.. Semakin tak punya nurani, tak peduli, egois. Yang penting aku, aku, dan aku. Apakah nilai toleransi semakin menipis? Apa mungkin mereka mempunyai filosofi hidup semacam begini : kalau bisa nyusahin orang, mengapa harus membahagiakan?
Kalau mau menjadi orang yang sabar, jadi orang pemaaf, yah situasi seperti itu nikmati saja. Saya Cuma mikir, yang waras ngalah.

Saya lupa. Saya lupa saya juga pernah melakukan itu.
Kalau dulu saya pernah begitu egoisnya dan orang lain sengsara karenanya. dan saya tidak ingat, atau pura-pura tidak ingat.
Sekarang saya rasakan. Situasi yang sekarang saya rasa itu upah dari apa yang saya tabur.
Sekarang saat terjerat dalam situasi semacam itu, saya sedang diberi pelajaran ada harga yang harus dibayar dari sebuah perbuatan. Mau itu masa lampau, masa sekarang. Bentuk pembayarannya bermacam-macam, sesuai apa yg pernah saya tabur.

Sadari saya hidup di dunia ini bukan hanya untuk menyenangkan orang yang lain, tapi juga untuk menyenangkan sang khalik. Jadi objektif menciptakan manusia di bumi ini adalah untuk sang pencipta, bukan untuk jidat saya atau jidat anda. Kalau anda kurang ajar kepada sesama, berarti anda juga sedang kurang ajar dengan sang pencipta.
Kalau anda menggertak sesama, ingat sesama itu adalah ciptaan tuhan, kok berani menggertak hasil ciptaan sang pencipta. Apalagi menggertak dalam keadaan bersalah. anda bukan pemenang, anda justru pecundang. tau pecundang itu apa? orang yang tak mau mengakui kalau dirinya salah.

Ketika Keyakinan Diandalkan

Ditulis oleh Riska Amelia di Jumat, Agustus 26, 2011 0 komentar

Masa lalu sering begitu menyakitkan. Kegagalan. Kecerobohan. Kekonyolan. Semua pengalaman hidup yang membuatmu belajar dan mengerti. Sebuah mata kuliah dengan sks tak terhingga dari maha guru sang sutradara khidupan. Tetapi, kelelahan sebagai 'mainan' tuhan, sering begitu menjatuhkan. Memperkuat hipotesa bahwa kita makhluk paling lemah dalam hingar bingar alam semesta.
Setelah saya melewati pengalaman setahun kemarin, usaha untuk jadi figur inspiring people sulit membuahkan hasil. Saya hidup di dunia yg cenderung menilai kesuksesan dari jumlah penghasilan atau ukuran mobil-mobilnya, bukan dari kualitas layanan dan hubungan dengan sesama manusia. Sebagai mahasiswa tingkat pertama saya menghadapi berbagai ketidakpastian dalam kehidupan akademis dan berbagai pilihan masa depan. Harus Pain dulu baru Gain, dan saya sadar usaha saya tdk membuahkan hasil karena no sacrifice.

Ingin sekali menerima segalanya. Menatap fokus masa depan tanpa kepalsuan. Mensyukuri setiap jahitan pada pakaian kepribadian. Putaran film yang sangat membosankan. Tapi sekali lagi, jarum khidupan itu sangat menyakitkan. Mematung dalam asumsi bahwa masa dpan tak dapat terhiraukan. Yang akan menjadi masa lalu yang kembali membuatmu begitu kepayahan. Kamu mengerang, menggeram penuh ngilu. Akibat ulah perasaan, yang begitu peka merasakan.

Tapi saya bukan pecundang. Yang lari dari kenyataan. Yang memilih jalan mudah, kabur untuk sekedar melupakan. Pekerjaan saya adalah menemukan pekerjaan saya, dan kemudian dengan segenap hati mengabdikan diri saya pada pekerjaan tersebut. Mengerjakan hal yang saya sukai dan menyukai hal yang saya kerjakan, dan saya dapati bahwa saya tak perlu bekerja seharipun sepanjang hidup saya.Tidak peduli seberapa dalam kajian yang saya lakukan, yang benar-benar harus saya andalkan adalah intuisi saya sendiri dan jika intuisi itu datang, saya benar-benar tak akan tahu apa yang akan terjadi sebelum saya melakukannya.
Saya harus berani merasakan, mengerti, dan memperbaiki benang yang terkusutkan, pelan-pelan, meski tak ada sebuah kepastian.Saya hanya bisa mengandalkan sang iman. Percaya bahwa semuanya akan bisa tumbuh dari mantapnya sebuah keyakinan. Benar kan?

 

Wasana Kata Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review