Telat apabila bercerita tentang akreditasi pada mahasiswa
yang sudah masuk kuliah. Kesadaran tentang akreditasi
seharusnya dilakukan ketika mahasiswa belum masuk perguruan tinggi. Kenapa?
karena akreditasi adalah salah satu filter efektif dalam menyaring pelamar kerja
dan beasiswa.
Akreditasi dipahami sebagai suatu proses evaluasi dan penilaian
mutu institusi perguruan tinggi dan program studi yang dilakukan oleh tim pakar
sejawat di luar lembaga pendidikan tinggi berdasarkan standar mutu yang telah
ditetapkan. Menurut Kepala Penjamin Mutu UIN SGD Bandung Atang Abd.Hakim, hasil
akreditasi sebuah perguruan tinggi diyakini sebagai bentuk pengakuan bahwa
perguruan tinggi tersebut telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
Akreditasi sangat penting, sebab itu untuk melihat tingkat
keseriusan, kemajuan yang dicapai oleh prodi. Tak sedikit perusahaan memberikan
standar lulusan dari perguruan tinggi minimal B untuk dapat di proses
selanjutnya dalam penyeleksian karyawan atau pengawai mereka. Bahkan beasiswa
seperti Beswan Djarum menetapkan akreditasi jurusan minimal B sebagai
persyaratan memperoleh beasiswa.
“Kualitas jurusan itu ditentukan oleh akreditasi. bahkan di sebagian
tempat harus melampirkan akreditasi jurusan. Jadi, itu (Akreditasi, -Red) tidak
bisa ditinggalkan begitu saja,” tutur Atang, saat ditemui di
Al-Jami’ah, Jum’at (25/01).
Fakta ini, kata atang, menunjukkan betapa akreditasi jurusan sangat
penting baik bagi kampus maupun mahasiswa, sebab nilai akreditasi menyangkut
harga diri jurusan di mata masyarakat.
Dari semua Program studi yang ada di UIN SGD Bandung hanya jurusan
Manajemen Pendidikan Islam yang mendapatkan nilai A, itu pun habis waktunya
pada tahun lalu dan kini sedang dalam proses perpanjangan.
Beberapa program studi tertentu memiliki akreditasi B yakni Ilmu
hukum, ilmu komunikasi, komunikasi penyiaran Islam, pendidikan bahasa inggris,
pendidikan bahasa arab, mu’amalah, syakhshiyah, hukum pidana islam, siyasah,
perbandingan mazhab hukum, perbandingan agama, dan tasawuf psikoterapi.
Bangunan kampus yang megah dan biaya kuliah yang mahal bukan
jaminan bagusnya akreditasi di sebuah program studi. Akreditasi suatu jurusan
atau program studi ditentukan berdasarkan komitmen program studi terhadap
kapasitas institusional dan komitmen terhadap efektivitas program pendidikan,
dimana standarnya mencakup 7 aspek yaitu, (1) Visi, misi, tujuan dan sasaran,
dan strategi pencapaian, (2) Tata pamong, kepemimpinan, sistem
pengelolaan, dan penjaminan mutu BAN-PT, (3) Mahasiswa dan lulusan, ini
biasanya dilihat quesioner para lulusannya, IP yang diraih para mahasiswanya
selama 5 tahun berjalan, (4) SDM, (5) Kurikulum, pembelajaran, dan suasana
akademik (6)Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sistem informasi dan, (7)
Penelitian dan pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama.
Senada dengan Atang, Ketua Dekan Fakultas Psikologi Adang Hambali,
mengamini begitu pentingnya nilai akreditasi jurusan. Berbagai Program studi di
UIN SGD Bandung patutu berbenah diri untuk terus meningkatkan kualitas
jurusannya. Seperti di Fakultas Psikologi yang akreditasinya masih C, bagi
Adang ini adalah suatu keharusan untuk memacu agar akreditasi psikologi ini
bisa mendapat nilai A.
Duduk dengan nyaman di ruangan kantornya, dengan mengenakan kemeja
batik dan kopeah hitam, Adang menjelaskan bahwa saat ini fakultas psikologi
sedang meningkatkan mutu fasilitas yang selama ini menghambat proses akreditasi.
“Jadi tahun ini masih bersiap-siap untuk mendapat akreditasi
A. Dulu kita tidak punya IT sekarang
sudah punya. Komputerisasi akademik dan kami sudah siap dengan sistemnya,”
katanya saat saat ditemui di kantornya, Kamis (31/01).
Selain masalah fasilitas, kurang tersosialisasinya visi dan misi
fakultas menjadi hambatan dalam akreditasi jurusan. Mahasiswa kurang memahami
bagaimana visi dan misi fakultas psikologi yaitu unggul dan kompetitif dalam
menerapkan psikolgi yang berlandaskan nilai-nilai islam. Termasuk kualitas
dosen yang saat ini visi misinya pun masih kurang.
“Dosennya dan proses pembelajaran, semua proses ini harus dicapai
dalam rangka mencapai visi misi. Jadi antara cita-cita dan proses situ harus
sama, prosesnya itu harus sesuai dengan misi,” ucap Adang.
Kemampuan
Alumni
Pertimbangan mahasiswa setelah lulus dari universitas, tak lain
adalah kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Hal yang menjadi
permasalahan dalam penyerapan tenaga sarjana di Indonesia bukan hanya dari
nilai akreditasi. Namun, nilai akreditasi tersebut harus dibuktikan dengan
kemampuan para alumninya.
Ketika ditemui, Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Islam
(MPI) Badrudin becerita bahwa saat ini jurusan MPI sudah mengajukan
perpanjangan akreditasi atau reakreditasi, namun belum dilakukan visitasi.
Menurut edaran dari BAN PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi), bahwa
selama belum dilaksanakan visitasi, bagi yang sudah menunjukkan reakreditasi
maka status nilainya masih tetap sama
“Jadi sampai hari ini masih jurusan MPI tetap berakreditasi A,
walaupun sudah habis kemarin Oktober 2012,” jelasnya, Jum’at (01/02).
Badrudin mengakui pengaruh kekuatan nilai akreditasi sebagai
bagian instrumen yang diapresiasi untuk keterserapan alumni di dunia kerja. Ia
menjelaskan penyelenggaraan perguruan tinggi itu memiliki dua fungsi, yaitu
satu untuk merespon pasar dan yang kedua untuk menciptakan pasar. MPI masuk
dalam kategori merespon pasar, artinya masyarakat memang membutuhkan tenaga
ahli dalam bidang pendidikan Islam, maka program studi MPI hadir untuk merespon
kebutuhan masyarakat tersebut.
Badrudin pikir secara psikologis akreditasi membangun confident
bagi mahasiswa. Ia melihat dampak psikologisnya apa, membangun rasa percaya
diri dikalangan mahasiswa. Tak hanya itu, secara akademik tentu ini pun
berdampak positif. Dengan dosen-dosen yang berkualitas, mahasiswa pun
mendapatkan ilmu yang berkualitas.
Untuk mengetahui dan mengenali keterserapan alumninya di dunia
kerja, jurusan MPI menyebarkan angket tracker study. Tracker study ini untuk
mengevaluasi alumni dan pengguna alumni dan dampaknya untuk mengevaluasi
kurikulum.
“Sebenarnya alumni-alumni KI ini dilapangan menjadi apa,
diantaranya ada yang menjadi guru, pegawai administrasi, aktif jadi konsultan,
bahkan ada yang di perbankan. Secara umun
mereka yang belum diangkat menjadi PNS adalah sebagai tenaga kerja
pendidik,” tutur Badrudin.
Ia pun menambahkan, Ketika bisa melihat peluang alumni bisa
bergerak diberbagai lembaga, maka setelahnya dilakukan peninjauan terhadap
kurikulum dengan memperkuat kompetensi penunjang. Karena kompetensi lulusan itu
ada kompetensi dasar, kompetensi utama dan kompetensi penunjang. Pada
kompetensi penunjang itulah memberi ruang bagi lulusan untuk mengambil profesi atau posisi yang memang memberi
kesempatan bagi mereka untuk bekerja pada berbagai posisi.
Salah satu lulusan UIN SGD Bandung tahun 2006 dari jurusan
Pendidikan Agama Islam Siti Nafisah, berpendapat pentingnya akreditasi
berpengaruh kepada prestise di jurusan tersebut. Sedangkan kualitas alumni
tergantung dari individu mahasiswa masing-masing, bukan bergantung dari
akreditasi.
Selain mengutamakan akreditasi atas nama lembaga, kualitas peserta
didik pun patut diutamakan. Rendahnya soft skill yang dimiliki para
lulusan tak ayal menimbulkan permasalahan baru dalam keterserapan alumni di
dunia kerja.
“menurut saya sih lebih ke cita-cita si mahasiswa atau apa yang
dibutuhkan di masyarakat. Kalau akreditasinya bagus, tapi alumni gak tertarik
atau masyarakat gak butuh, ya nganggur juga,” ucap Siti yang kini berprofesi
sebagai guru honorer di salah satu Mts di Tasik.
**Dimuat di Tabloid SUAKA edisi Februari 2013